Ketika
Kebohongan dan Ketidaksetiaan Menusuk!
wahai
cinta...
mengapa
denyutmu kian melemah
berilah
kekuatan kepadaku untuk menggelorakan lagi deru badai cinta itu
wahai
cinta...
kenapa
menjadi asing bagiku
aku
tak ingin
aku
tak mau
perlahan
tanpa aku sadari rasa itu menjadi tawar
aku
tak mau kehilangan darah
karena
luka yang kau goreskan
apakah
sakit yang kau ciptakan ini tak akan sembuh?
oh,
sungguh aku tak tau itu...
wahai
kekasih...
tolong
sembuhkanlah segera!
oh,
angin...
tak
bisakah rasa itu kembali seperti dulu?
ketika
aku memenjarakan rasaku di penjara hatimu
kini
memang aku terpenjara
terpenjara
di ruang pengap cinta dan kebencian
dan
salahkah aku?
Ketika akhirnya aku menjadi kosong
agar
tak kurasakan lagi
sakitnya
terpenjara dalam rasa seperti ini
sungguh
sakit...
setiap
tatatapan mesramu
sesuatu
yang lain bertanya...
siapa
yang pernah kau tatap semesra itu?
dan
aku tertusuk
setiap
panggilan mesramu
sesuatu
yang lain bertanya...
siapa
yang kau panggil semesra itu?
dan
aku tertikam
setiap
sentuhan dan kecup mesramu
sesuatu
yang lain bertanya...
siapa
yang pernah kau sentuh semesra itu?
dan
aku membuang muka
setiap
desah nafasmu ditelingaku
sesuatu
yang lain bertanya...
siapa
yang pernah menikmati desah itu?
dan
aku muntah
wahai
cinta...
bukannyawa
aku meratapi masa lalu
karena
bukankah aku tak bisa membalik waktu?
tapi
aku benci kebohongan yang kau ciptakan dengan sadar
dalam
jejak indah kita
apakah
kau tau?
cepat
atau lambat ketakjujuran itu
perlahan
akan menggerogoti kisah kita...
karena
kesetiaan rasamu kepadanya
adalah
ketidaksetiaan rasamu kepadaku
dan
kau menikmatinya?
begitu
tega engkau memperlakukanku...
menyimpan
rasamu itu
sambil
menyaksikan aku mandi peluh
berjuang
membangun
rumah masa depan kita
....aku teridur dalam amarah...
diluar
sadarku
aku
tak ingin mengingat jejak indah itu
karena
sesuatu yang lain tiba-tiba bertanya...
seindah
inikah jejakmu sebelum aku?
seindah
apakah
sampai-sampai
ada arsiran rasamu yang dulu
masuk
tercampur dalam jejak kita
bahkan
dalam setengah perjalanan jejak kita
wahai
cinta...
maafkan
bila aku jadi tak percaya cinta
diluar
mauku
kepercayaan
itu ternoda oleh titik yang kau sembunyikan dihatimu
.......dan aku ingin tertidur panjang......
ohhh...
bisakah terulang?
aku
ketakutan... sungguh takut!
karena
diluar sadarku sesuatu mencoba melupakannya
wahai
kasih...
disadarku
aku
ingin membangun kembali bangunan cinta kita
bantulah
aku membangunnya kembali
aku
tak ingin ia hanya tinggal puing-puing
yang
didalam ingatankupun hilang musnah
dan
tak ada...
aku
tak mau!
bangunkanlah
aku dari kekecewaan ini
yang
aku tak tau kemana ujungnya...
bangunkanlah
aku dengan badai cintamu!
penjarakanlah
aku lagi di dua detik tatapan kita yang pertama
......dan kembali aku tertidur.....
wahai
rasa...
haruskah
aku menangis?
apakah
yang harus kutangisi?
kesedihanku
begitu dalam
membuat
aku tak bisa menangis
sayapku
patah
sayapku
tercabik-cabik
kemarahanku
begitu pekat
sehingga
hanya ada senyum dan tawa kecil
tersungging
licik
dan
terasa tawar
wahai
cinta...
aku
tak tau seberapa kuatkah aku
aku
mulai terpenjara
terpenjara
diruang pengap ini
harga
diri kelaki-lakianku terbakar!
......keletihan yang amat sangat menidurkanku.....
wahai
kasih...
disadarku
aku kembali berpijak di bumi panas
yang
aku tau terasa rapuh
wahai
angin....
apakah
patut aku marah?
apakah
patut aku kecewa?
apakah
patut aku lemah?
apakah
patut aku kehilangan darah?
apakah
patuh aku bersedih berkepanjangan?
wahai
kasih....
disadarku
aku tahu...
sejauh
apapun aku berlari
bayanganmu
selalu mengikuti
bagaimanakah
mungkin
aku
dapat membuang rusuk kiriku?
walau
ia terasa sakit menusukku
bagaimanakah
mungkin aku
membunuh
belahan jiwaku?
walau
ia telah menghinakanku begitu rupa
apalah
artinya padang rumput itu
jika
sampai disana engkau tak ada
wahai
sadarku...
mungkin
aku harus memaafkan
setidaknya
secara perlahan-lahan
mungkin
aku harus mengikhlaskan kejadian-kejadian
walau
itu seperti memikul seratus gunung
apalah
artinya harga diri kelaki-lakianku
jika
aku melarikan diri dari kenyataan
wahai
sadarku...
aku
sadar aku tak bisa lari dari belahan jiwaku sendiri
aku
harus tetap berdiri tegak menantang langit
menghadang
angin dan badai
agar
dengan itu
masih
bisa aku menjadi sandaran
setidak-tidaknya
ketika ia masih memerlukan sandaran
wahai
tuhan....
kuatkanlah
aku untuk tetap mencinta
hiburkanlah
aku agar aku masih tetap bisa menghibur
.....aku dalam terbangun dan tertidur.....
dan
aku bersumpah
wahai
matahari yang warnanya membutakanku
jika
ada lagi cerita seperti ini
aku
akan menjadi badai rindu dendam berkepanjangan
agar
semuanya menjadi musnah!
tak
bersisa!
musnah
jadi debu!
wahai
cinta....
aku
masih mencinta!
dan
akan terus mencinta...
sampai
ke padang rumput kita
7 Mei 2011
tanpa air mata...
berjalan mengambang di awan antara Jakarta dan Pontianak...
No comments:
Post a Comment